Day 68: Njelimetnya Kehidupan Seorang Banker

Judul: The Banker

Penulis: Ranny Afandi

Penerbit: MAZOLA

Jumlah halaman: 315

Tahun terbit: Agustus 2014

banker

Sinopsis

Arkha adalah seorang banker lajang yang sehari-hari sibuk berkutat mengurus pekerjaan di Bank Pembangunan Nasional (BPN) di daerah Solo. Kariernya terbilang bagus; setiap bulan bisa mencapai target, mendapat kepercayaan atasan, dan anak buah menghormatinya. Belasan halaman pertama novel ini berisi gambaran rutinitas Arkha setiap hari hingga.. jederr! Sebuah undangan ungu bertinta emas “sedikit” menggoncangkan dunianya yang stabil.

Undangan pernikahan itu datang dari Dina, teman masa kecilnya–yang sempat ditembaknya namun nggak berhasil. Kini mereka sahabatan, tetapi jauh dalam hati Arkha tersimpan keinginan untuk memiliki hubungan lebih dari sekadar persahabatan. Mirip-mirip pengagum rahasia gitulah.. Hehe. Bedanya, ia sempat mengutarakan perasaan namun tak berbalas. Akhirnya jadi pasrah. Dina sendiri sepertinya nggak bisa jauh dari Arkha, semacam ketergantungan yang tak pasti. Pada masa-masa sebelum pernikahan, Dina mengalami keraguan yang menyeret Arkha di dalamnya.

Di sisi lain, setelah perjumpaan sekilas 5 tahun lalu, Arkha secara kebetulan bertemu kembali dengan Kania, seorang cewek pemilik butik kenalan ibu Arkha. Cinta perlahan-lahan hadir di antara mereka.

Dalam kondisi ini, Arkha bingung memilih antara dua wanita yang sama-sama berarti baginya. Apakah ia akan memilih Dina, sahabat yang selama ini menghuni hatinya atau Kania, wanita yang entah bagaimana sanggup membuatnya begitu bahagia?

Review

Novel yang ditulis dengan ringan ini bener-bener bikin gregetan. Hih. Tak lain dan tak bukan adalah karena kemampuan penulis mengubek-ubek emosi saya. Misalnya, ketika Dina setengah mati mengejar-ngejar Arkha melalui rentetan pesan di BB, padahal ia sebentar lagi akan menikah (hal 76-79).

Tapi, aku kan kangen ngobrol ma kamu. Cuma kamu yang tahu tentang aku, sama siapa lagi aku ngadu? (Hal. 78)

Lalu dijawab oleh Arkha dalam hati:

Kalau memang hanya aku yang tahu tentang kamu, aku yang selalu ada saat kamu butuh, kamu kangen aku, kenapa pilih dia? Kenapa saat hatimu sudah berlabuh tapi kamu mau genggam tanganku? Apa tak cukup kamu siksa aku dengan kalimat rindumu? (Hal. 78)

Saya bisa merasakan rasa frustrasi kedua orang ini dalam hubungan yang sungguh-sungguh “beracun”. Ada keinginan untuk melepaskan, tetapi nggak bisa. Pesan-pesan putus asa dari Dina terus menghiasi BB Arkha yang juga kebingungan memutuskan bagaimana harus bertindak dalam situasi tersebut.

Untuk mengatasi semua kegalauan itu, Arkha menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Kebetulan lagi, salah satu debiturnya adalah Kania. Memang sih, terlalu banyak kebetulan yang mereka alami, misalnya bertemu di pesawat, berhubungan dalam pekerjaan, dan relasi keluarga. Tapi, mungkin itu, ya, yang disebut jodoh, berkali-kali ia mampir dalam hidup kita supaya kita sadar siapa dia sebenarnya. Ihiy.

Penulis menggambarkan ketiga tokoh ini dengan sempurna dan manusiawi. Mereka mengalami hal-hal baik dan buruk dengan wajar. Mereka memiliki emosi seperti layaknya manusia biasa. Mereka juga memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Mereka seperti orang-orang di sekitar saya, bukan hanya tokoh rekaan semata. Membuat sebuah cerita menjadi hidup merupakan poin yang sangat penting .

**

Latar yang digunakan penulis dalam novel ini sebagian besar adalah Solo, sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Saya benar-benar merasa sedang di Solo ketika membaca cerita tentang Arkha dan Kania. Bukan hanya berkaitan dengan logat dan bahasa yang digunakan, tetapi karena penulis juga menyertakan lokasi yang merupakan identitas Solo, seperti Laweyan, sentra batik di Solo.

Bagian-bagian lain yang merangkai cerita dalam novel ini tersusun dengan lumayan sempurna. Mulai dari alur cerita, penokohan, hingga tema, menurut saya nggak ada celah. Diksi yang dipakai pun tidak berlebihan, tetapi tetap kaya dan penuh makna. Cara penulis merangkai keseluruhan isi cerita, benar-benar mengalir dan tak terkesan menggurui. Penggunaan sarana komunikasi, yaitu BB, menunjukkan bahwa para tokoh juga merupakan bagian dari perkembangan zaman. Nggak lucu dong, udah modern gini, tapi soal komunikasi masih jadul. Konsistensi itu tampak betul dalam karya Ranny Afandi ini.

Kelemahannya:

  • Secara fisik, ada 4 halaman yang terbalik mulai 71-74. Tapi, ini tentu adalah kesalahan teknis yang tak ada sangkut pautnya dengan penulis.
  • Mmm.. apalagi ya, tampaknya nggak ada yang harus dibahas hehehe.

Ohya, saya juga suka dengan insert tembang Jawa dalam novel ini. Rasanya novel ini bukan hanya bicara soal profesi–yang penuh dengan istilah-istilah perbankan, tetapi juga kental dengan budaya setempat. Dari angka 5, The Banker saya kasih 4,5 deh, khususnya untuk kepiawaian penulis mengolah kalimat yang mengalir dan memadupadankannya dengan kehidupan sehari-hari.

3 tanggapan untuk “Day 68: Njelimetnya Kehidupan Seorang Banker”

Tinggalkan komentar