Tubuh bongsor membuat Anggun menjadi bahan bully di kampus. Jika bukan karena Tata, super glider peliharaannya, serta Anton dan Mila, dua sahabatnya, rasanya ingin berhenti kuliah saja.
Perkara cinta, jangan tanya, sudah di ambang putus asa dengan kejombloannya. Dirinya sering bertanya-tanya:
Apa mungkin aku ditakdirkan terlahir sebagai jomblowati?
Anggun menemukan Kafe Serabi dan Ken. Apakah cowok itu dikirim Tuhan untuknya? Di sana, Anggun mendapat jawabannya.
♣♣♣
Judul: Kafe Serabi
Penulis: Ade Ubaidil
Penerbit: de TEENS
Tahun: Agustus 2015
ISBN: 978-602-279-158-4
Tebal: 188 halaman
♣♣♣
Memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari cewek sebayanya membuat Anggun lumayan terganggu. Bukan hanya motornya yang perlu dikasihani karena harus membawa Anggun kemana-mana, tetapi ia juga menjadi sasaran Nia yang selalu mengejek bentuk tubuhnya. Kalau dibayangin, Nia ini adalah cewek cantik yang suka eksis, tetapi belagu banget. Pokoknya tipe-tipe cewek yang senantiasa menduga bahwa seluruh dunia ini harus bertekuk lutut di bawah kakinya.
Bukan tanpa alasan dia tidak suka dengan Nia. Gayanya yang sengak, belagu, dan menganggap semua gadis di kampusnya tidak lebih baik darinyalah yang bikin kesal Anggun setiap kali berjumpa dengannya. Hal 27.
Entah mimpi apa Anggun sehingga bisa kenal dengan cewek yang bahasanya kurang menyenangkan ini. Dalam setiap pertemuan, Anggun selalu sakit hati karena perlakuan Nia. Ia pun sering dipanggil “Gendut!” (meskipun itu fakta). Badannya yang besar tidak serta-merta memungkinkan Anggun membalas ketidaksopanan Nia. Anggun justru memilih menghindar. Walaupun sudah berusaha tegar setegar-tegarnya, kata-kata Nia masih bisa membuatnya bad mood dan mengurung diri di kamar, menghindari sahabat-sahabatnya.
Namun, namanya juga persahabatan anak muda, Anton dan Mila penuh solidaritas dan berusaha mengerti apa yang sedang dialaminya. Dalam masalah apapun, terutama yang menyangkut kekurangan Anggun, mereka selalu berusaha untuk membela. Sungguh sahabat yang baik…
Jika diamati, cerita ini adalah tentang sebagian kisah hidup Anggun yang tiba-tiba bertemu dengan seorang cowok tampan bernama Ken. Bisa dibilang, Ken jauh di atas rata-rata. Ia seperti pangeran berkuda putih impian semua gadis. Ketika Ken mengungkapkan cinta pada Anggun, rasanya seperti mimpi. Tak heran sih, Anggun begitu sayang pada cowok gantengnya ini.
Aku takut dia malah tak bahagia bila aku menerimanya. Tuhan, padahal ini salah satu impianku, bisa memiliki kekasih setampan dia. Namun, mengapa saat dihadapi kejadian seperti ini aku malah kehilangan kata-kata untuk menyambutnya. Hal. 63
Beberapa waktu kemudian, Anggun harus menghadapi kenyataan pahit. Antara kesal, marah, dan benci pada cowok yang pernah menjadi kekasihnya itu. Masa lalu Ken yang gelap membuat segalanya menjadi berantakan. Dan tunggu dulu, semua itu ada hubungannya dengan kebencian Nia padanya selama ini.
Selain itu, ada pula sisipan cerita tentang Reza, sepupu Anggun yang berubah 180 derajat. Perubahan ini pun ternyata ada sangkut pautnya dengan jalan hidup Anggun selanjutnya. Apakah itu? Hmm, baca sendiri aja ya…
Untuk ide cerita, saya angkat jempol. Tidak banyak penulis yang berani menggarap tema tentang gadis gendut dan bukan cewek populer. Justru karena tema yang berbeda tersebut, kisah ini lumayan menarik. Meskipun, impian klise seperti “pacaran dengan cowok ganteng” adalah hal yang banyak dijumpai di antara kepala para gadis muda. Rupanya, penulis ingin memberi “hadiah” untuk tokohnya yang bukan siapa-siapa ini. Sayangnya, impian itu sempat direnggut, tetapi kembali ditunjukkan jalan lain. Sesuatu yang sederhana tetapi bermakna.
Diiringi kenangan bersama Ken, Anggun terus bernyanyi. Dia lepaskan segala beban serta perasaan yang lama menggumpal di dalam hatinya. Malam itu menjadi malam yang bersejarah dalam hidupnya. dan tentu tak kan sanggup dia lupakan begitu saja. Hal. 181
Untuk sesuatu yang bernama serabi.. Saya suka serabi. Membayangkan saja saya jadi lapar dengan pengen makan serabi. Ceritanya, Anggun dan Ken bertemu di sebuah tempat bernama Kafe Serabi. Di sana, mereka sering bertemu. Anggun juga mengajak teman-temannya untuk nongkrong di tempat itu. Dan karena pertemuan itulah akhirnya Anggun mendapatkan pacar (sesuatu yang sangat diinginkannya). Mungkin itulah sebabnya penulis menggunakan Serabi sebagai judul. Ekspektasi awal saya, serabi adalah bagian yang sangat penting dalam cerita ini. Namun, para tokoh utama ternyata tidak bersentuhan langsung dengan serabi (meskipun mereka beberapa kali memesannya di Kafe Serabi).
Novel ini bisa menjadi salah satu pilihan bacaan. Bahasanya pun sudah cocok dengan pasar remaja dan kita bisa masuk ke dalam kisah dengan mudah.