[Resensi Buku] Pertemuan di Kafe Serabi

Tubuh bongsor membuat Anggun menjadi bahan bully di kampus. Jika bukan karena Tata, super glider peliharaannya, serta Anton dan Mila, dua sahabatnya, rasanya ingin berhenti kuliah saja.

Perkara cinta, jangan tanya, sudah di ambang putus asa dengan kejombloannya. Dirinya sering bertanya-tanya:

Apa mungkin aku ditakdirkan terlahir sebagai jomblowati?

Anggun menemukan Kafe Serabi dan Ken. Apakah cowok itu dikirim Tuhan untuknya? Di sana, Anggun mendapat jawabannya.

♣♣♣

Judul: Kafe Serabi

Penulis: Ade Ubaidil

Penerbit: de TEENS

Tahun: Agustus 2015

ISBN: 978-602-279-158-4

Tebal: 188 halaman

♣♣♣

Memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari cewek sebayanya membuat Anggun lumayan terganggu. Bukan hanya motornya yang perlu dikasihani karena harus membawa Anggun kemana-mana, tetapi ia juga menjadi sasaran Nia yang selalu mengejek bentuk tubuhnya. Kalau dibayangin, Nia ini adalah cewek cantik yang suka eksis, tetapi belagu banget. Pokoknya tipe-tipe cewek yang senantiasa menduga bahwa seluruh dunia ini harus bertekuk lutut di bawah kakinya.

Bukan tanpa alasan dia tidak suka dengan Nia. Gayanya yang sengak, belagu, dan menganggap semua gadis di kampusnya tidak lebih baik darinyalah yang bikin kesal Anggun setiap kali berjumpa dengannya. Hal 27.

Entah mimpi apa Anggun sehingga bisa kenal dengan cewek yang bahasanya kurang menyenangkan ini. Dalam setiap pertemuan, Anggun selalu sakit hati karena perlakuan Nia. Ia pun sering dipanggil “Gendut!” (meskipun itu fakta). Badannya yang besar tidak serta-merta memungkinkan Anggun membalas ketidaksopanan Nia. Anggun justru memilih menghindar. Walaupun sudah berusaha tegar setegar-tegarnya, kata-kata Nia masih bisa membuatnya bad mood dan mengurung diri di kamar, menghindari sahabat-sahabatnya.

Namun, namanya juga persahabatan anak muda, Anton dan Mila penuh solidaritas dan berusaha mengerti apa yang sedang dialaminya. Dalam masalah apapun, terutama yang menyangkut kekurangan Anggun, mereka selalu berusaha untuk membela. Sungguh sahabat yang baik…

Jika diamati, cerita ini adalah tentang sebagian kisah hidup Anggun yang tiba-tiba bertemu dengan seorang cowok tampan bernama Ken. Bisa dibilang, Ken jauh di atas rata-rata. Ia seperti pangeran berkuda putih impian semua gadis. Ketika Ken mengungkapkan cinta pada Anggun, rasanya seperti mimpi. Tak heran sih, Anggun begitu sayang pada cowok gantengnya ini.

Aku takut dia malah tak bahagia bila aku menerimanya. Tuhan, padahal ini salah satu impianku, bisa memiliki kekasih setampan dia. Namun, mengapa saat dihadapi kejadian seperti ini aku malah kehilangan kata-kata untuk menyambutnya. Hal. 63

Beberapa waktu kemudian, Anggun harus menghadapi kenyataan pahit. Antara kesal, marah, dan benci pada cowok yang pernah menjadi kekasihnya itu. Masa lalu Ken yang gelap membuat segalanya menjadi berantakan. Dan tunggu dulu, semua itu ada hubungannya dengan kebencian Nia padanya selama ini.

Selain itu, ada pula sisipan cerita tentang Reza, sepupu Anggun yang berubah 180 derajat. Perubahan ini pun ternyata ada sangkut pautnya dengan jalan hidup Anggun selanjutnya. Apakah itu? Hmm, baca sendiri aja ya…

Untuk ide cerita, saya angkat jempol. Tidak banyak penulis yang berani menggarap tema tentang gadis gendut dan bukan cewek populer. Justru karena tema yang berbeda tersebut, kisah ini lumayan menarik. Meskipun, impian klise seperti “pacaran dengan cowok ganteng” adalah hal yang banyak dijumpai di antara kepala para gadis muda. Rupanya, penulis ingin memberi “hadiah” untuk tokohnya yang bukan siapa-siapa ini. Sayangnya, impian itu sempat direnggut, tetapi kembali ditunjukkan jalan lain. Sesuatu yang sederhana tetapi bermakna.

Diiringi kenangan bersama Ken, Anggun terus bernyanyi. Dia lepaskan segala beban serta perasaan yang lama menggumpal di dalam hatinya. Malam itu menjadi malam yang bersejarah dalam hidupnya. dan tentu tak kan sanggup dia lupakan begitu saja. Hal. 181

Untuk sesuatu yang bernama serabi.. Saya suka serabi. Membayangkan saja saya jadi lapar dengan pengen makan serabi. Ceritanya, Anggun dan Ken bertemu di sebuah tempat bernama Kafe Serabi. Di sana, mereka sering bertemu. Anggun juga mengajak teman-temannya untuk nongkrong di tempat itu. Dan karena pertemuan itulah akhirnya Anggun mendapatkan pacar (sesuatu yang sangat diinginkannya). Mungkin itulah sebabnya penulis menggunakan Serabi sebagai judul. Ekspektasi awal saya, serabi adalah bagian yang sangat penting dalam cerita ini. Namun, para tokoh utama ternyata tidak bersentuhan langsung dengan serabi (meskipun mereka beberapa kali memesannya di Kafe Serabi).

Novel ini bisa menjadi salah satu pilihan bacaan. Bahasanya pun sudah cocok dengan pasar remaja dan kita bisa masuk ke dalam kisah dengan mudah.

[Resensi Buku] Demi Klub Cosplay

Randu, pemilik nilai tertinggi di angkatannya sejak kelas 1, adalah ahli menyontek.

Yara, seorang gadis yang terkenal sebagai troublemaker dan sering bermasalah dengan guru.

Ayesha, murid teladan sekaligus anak seorang guru yang mau mengikuti ekstrakurikuler cosplay, meski hanya sebagai anggota bayangan.

Ketiganya berjuang membentuk klub cosplay dengan segala suka dukanya dengan gaya anak SMA yang kadang.. bukan, tapi sering konyol.

“Analoginya begini, Harry Potter menang melawan Lord Voldemort. Apa kita bisa menang melawan Lord Voldemort?”

“Bisa tidak, sih, kamu memberi analogi yang lebih sesuai dengan keadaan?”

♣♣♣

Judul: Ketua Kedua

Penulis: Suci Salihati

Penerbit: PING!!!

Tahun terbit: 2015

ISBN: 978-602-296-011-9

Tebal: 188 halaman

♣♣♣

Biasanya, sebelum memutuskan untuk membaca sebuah buku, kita akan meneliti blurb-nya terlebih dahulu. Dengan demikian, kita memiliki sedikit gambaran mengenai kisah yang ada dalam buku tersebut. Membaca blurb di kaver belakang buku ini, saya membayangkan akan menemukan kisah persahabatan yang terbentuk oleh keadaan, karena klub cosplay.

Seperti cerita-cerita remaja lain, novel ini mengupas keseharian tokoh, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kisah dimulai saat Randu bertemu dengan Yara atau Tiara secara kebetulan. Mereka tidak saling kenal, meskipun tahu kalau bersekolah di tempat yang sama, bahkan satu tingkatan. Apalagi karena Randu dan Yara selalu berada di kutub berbeda. Randu, siswa paling pintar yang menyabet gelar juara satu. Sedangkan, Yara, terkenal sebagai murid bandel.

Si gadis yang dipanggil Tiara itu tidak menurunkan kecepatannya di koridor, bahkan di tangga. Geraknya lincah. Langkahnya cepat. Seakan ia biasa menjadikan daerah tersebut sebagai arena larinya. Memang iya, biasanya ia harus lari di area indoor sekolah karena dihukum. Namanya Tiara, panggilannya Yara. Minimal seminggu sekali, namanya diteriakkan guru seperti tadi. Hal 10.

Pertemuan mereka kemudian berlanjut. Tepatnya sih Yara memanfaatkan nama baik Randu untuk membuat sebuah ekstrakurikuler cosplay di sekolah. Yara tahu, jika ia yang mengajukan usul itu, tidak akan pernah disetujui oleh pihak sekolah. Dengan mengantongi rahasia Randu, yaitu kebiasaan menyonteknya, Yara berhasil mengancam Randu.

“Aku minta dua hal kalau kamu tidak mau rekaman ini aku kirimkan ke staf sekolah. Yang pertama, bantu aku menyontek. Yang kedua, bantu aku mendirikan ekstrakurikuler baru.” Hal. 17

Randu samasekali tidak tertarik dengan klub cosplay yang diminta Yara. Jangankan tertarik, tahu saja mungkin tidak dijamin. Sebaliknya, semangat Yara membangun klub cosplay di sekolahnya adalah karena seseorang yaitu Ayesha.

“Ayesha ini temanku yang tertarik dengan cosplay. Tapi, ada situasi yang membuatnya tidak mungkin ikut klub cosplay, kata orang-orang. Ayahnya juga.. tidak mungkin mengizinkan.” Hal 36.

Ayah Ayesha dalam cerita ini adalah seorang guru bernama Pak Arif yang juga menjadi wali kelas Randu. Pak Arif sangat protektif pada Ayesha dan tidak menyukai karakter Yara, padahal Ayesha dan Yara adalah sahabat gelap (beda tipis dengan kekasih gelap). Persahabatan mereka dilakukan diam-diam. Bahkan sepupu Ayesha sampai memastikan bahwa kedua cewek ini tidak bersahabat. Semua itu tidak lain karena rekam jejak Yara yang tidak menyenangkan.

Meskipun sederhana, konflik dalam novel ini cukup lengkap dan saling mengisi. Keberadaan Pak Arif pun memberi warna karena bapak guru ini memiliki hubungan yang berbeda dengan ketiga tokoh utamanya. Karakter para tokoh pun jelas dan membekas. Kita bisa melihat sosok Yara yang bandel, Ayesha yang pemalu, dan Randu yang cuek dan hal itu membuat cerita novel ini menarik.

Namun, hal lain yang cukup menggelitik adalah alasan utama mendirikan klub cosplay ini. Saya kira sih awalnya karena ayah Yara (yang disebut “melambai”), tetapi ternyata itu hanya satu bagian saja dan tidak ada kelanjutannya. Apakah penulis kehilangan motif awal? Saya tidak tahu. Justru di tengah-tengah, disebutkan bahwa alasan utamanya adalah karena Ayesha.

“Ayesha   ini temanku yang tertarik dengan cosplay. Tapi, ada situasi yang membuatnya tidak mungkin ikut klub cosplay, kata orang-orang. Ayahnya juga.. tidak mungkin mengizinkan.” Hal 36

Yaa.. mungkin ini yang disebut dengan kekuatan persahabatan. Persahabatan mampu membuat segalanya menjadi mungkin karena itulah yang berharga pada masa-masa muda. Bagaimana kelanjutan klub cosplay mereka selanjutnya dan siapa ketua kedua yang disebut-sebut akan menggantikan Randu? Bagaimana nasib Randu setelah ketahuan menyontek? Temukan jawabannya di novel ini yaaa…

Aku di Masa Depan

Sebagian orang memiliki prinsip: “Hiduplah seperti air yang mengalir.” Prinsip seperti ini bagus. Dengan menjadi air yang mengalir, kita terhindar dari rasa khawatir terhadap hal-hal yang belum pasti akan terjadi. Namun, kita juga perlu menyadari bahwa menyingkirkan rasa khawatir tidak serta-merta akan menghilangkan sumber-sumber yang berpotensi membahayakan kehidupan.

Untuk mengecek situasi kita saat ini, coba renungkan kedua pertanyaan ini:

  • Apakah hidup dan pemasukan kita saat ini sudah mapan dan stabil?
  • Apakah kita sanggup berkata bahwa 10 tahun lagi—apapun yang terjadi—kita masih bisa hidup layak seperti sekarang?
  • Atau apakah kita justru sedang merasakan ketidaknyamanan hidup karena manajemen keuangan yang buruk, utang dimana-mana, pemasukan tidak menentu, dan sebagainya?

Seringkali kita tidak ingin (berani) menghadapi kenyataan. Kecenderungan yang kita lakukan adalah menganggap segala sesuatu akan berjalan baik dan normal bermodalkan sugesti. Akan tetapi, kita sesungguhnya harus melakukan usaha berupa aksi nyata untuk memperbaiki hal-hal yang belum ideal dalam kehidupan kita.

Mengelola Pemasukan

Ada pepatah yang berkata, “Besar pasak daripada tiang.” Banyak orang menyepelekan makna dari pepatah klasik ini. Padahal, dari sanalah segala macam masalah mulai bermunculan. Sebagian orang akan mencari solusi dengan “menambah tinggi tiang” sehingga pasak sebesar apapun tetap bisa diakomodasi. Oke, solusi ini memang masuk akal. Namun, sampai kapan kita akan mengejar dan menambah tinggi tiang itu? Apa enggak capek?

Solusi yang lebih bijak adalah mengelola sumber pemasukan yang sudah dimiliki dengan baik. Eits, bukan berarti kita tidak perlu menambah pemasukan, lho. Jika dua-duanya dilakukan—menambah dan mengelola pemasukan—pasti akan lebih baik, bukan? Namun, mengelola pemasukan adalah tugas pertama yang harus dilakukan saat kita ingin memiliki kondisi keuangan yang sehat. Mengelola pemasukan secara sederhana berarti mampu memahami hal-hal apa saja yang patut dibayar dengan pemasukan yang sudah diterima.

Idealnya, kelihaian mengelola keuangan harus dimulai sejak muda. Namun, jika kita mengamati kebiasaan keluarga-keluarga di Indonesia saat ini, budaya menabung masih jarang dilakukan. Meskipun demikian, tidak ada kata terlambat. Jika memang tidak terbiasa menabung sejak kecil, seseorang bisa memulainya saat telah berhasil menghasilkan uang sendiri.

Hidup tentu tidak melulu jalan di tempat. Kebutuhan pun tidak hanya itu-itu saja. Jika saat ini kita adalah karyawan lajang yang tidak bertanggung jawab membiayai apapun (kecuali diri sendiri), coba bayangkan 5 tahun kemudian. Mungkin kita akan menikah, punya anak, orangtua sudah mulai butuh perawatan, perlu memiliki rumah sendiri, dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan seperti itu pada awalnya tidak terlihat, tetapi pasti akan dihadapi. Jika kita tidak mempersiapkannya dari sekarang, kira-kira apa yang akan terjadi di masa depan?

Jangka Panjang

Kini, ada banyak solusi untuk menciptakan masa depan yang cerah. Kita bisa menjalankan investasi dalam berbagai bentuk, seperti properti atau logam mulia. Kita juga bisa membangun usaha kecil. Cara paling simple adalah menabung di bank.

Menabung di bank artinya menyetorkan sejumlah uang untuk disimpan di bank. Sewaktu-waktu dibutuhkan, kita bisa segera mengambilnya. Kita akan mendapatkan bunga bank sesuai standar bank bersangkutan. Selain itu, kita juga harus membayar biaya administrasi untuk tabungan tersebut.

Ada konsep menabung lain yang ditujukan untuk jangka panjang. Namanya asuransi. Jenis asuransi bermacam-macam, contohnya asuransi pendidikan, asuransi kesehatan, asuransi untuk hari tua, dan sebagainya. Hasil yang akan kita peroleh sesuai dengan asuransi yang kita miliki. Misalnya, jika saat ini kita mengikutsertakan anak pada asuransi pendidikan, kita boleh merasa tenang karena biaya pendidikan anak otomatis terjamin. Demikian juga dengan asuransi kesehatan atau hari tua.

Masih banyak orang yang belum memahami pentingnya asuransi bagi kehidupan. Banyak juga yang masih berpegang pada prinsip konvensional seperti air yang mengalir. Pun, sebagai umat beragama, kita tahu Tuhan akan menolong kita menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Namun, perlu ada usaha aktif dari kita untuk mencapai kesejahteraan pribadi dan keluarga.

Jadi, jika kita melihat jauh pada sepuluh atau dua puluh tahun lagi, kira-kira apa yang akan terlihat? Kita yang tertatih-tatih memenuhi segala kebutuhan hidup atau kita yang berdiri tegak karena telah mempersiapkan segalanya dengan baik? Kitalah yang memilihnya saat ini. Ingat, pilihan yang salah akan membawa kita pada kesengsaraan, sebaliknya pilihan yang benar akan membuat hidup kita sejahtera.

[Masak Untuk Pemula] Membuat Bubur Kacang Ijo

Oke.. sebenarnya peristiwa bersejarah ini sudah terjadi beberapa hari yang lalu. Agar tetap terkenang dan bisa menjadi pelajaran inspirasi bagi kita semua, saya akan menuliskannya di sini, tahap demi tahap.

Semua hal ini berawal dari keisengan saya. Seperti biasa, saya selalu pengen menyombongkan diri dengan mengucapkan beberapa janji manis, misalnya memasak makanan ini dan inu untuk dia. Tanpa sepengetahuan saya, ia menceritakan salah satu janji manis saya itu kepada mertua. Saat pulang kemarin, jadilah kami dibekali dengan ribuan butir kacang ijo–hasil panen sendiri. Ehem. Sebelumnya, ibu bertanya, apakah saya sudah pernah memasak kacang ijo? Saya jawab, “Belum.” Tentu sambil tertawa malu. Lalu, mulailah saya dikursus selama beberapa menit soal bagaimana membuat bubur kacang ijo yang baik dan benar.

Sesampai di rumah sendiri, kacang ijo diletakkan begitu saja. Ternyata, saya masih belum punya keberanian untuk mengolahnya. Beberapa hari berlalu, saya sempat browsing ke sana ke mari untuk memastikan lagi bagaimana cara membuat bubur kacang ijo yang layak makan. Setelah cukup yakin, saya pun siap beraksi (dibantu dia).

Bahan-bahan:

IMG_1365
Kacang ijo secukupnya. Karena masih masa percobaan, saya hanya mengambil dua genggam saja. Aduh.. ukurannya pake kayak gitu. Memalukan 😛
IMG_1362
Santan. Saya membeli santan asli, tepatnya kelapa yang sudah diparut. Ceritanya sok-sokan nggak mau pake santan kemasan karena pengen yang rasanya asli. Halah.

Tambahan: Garam, gula pasir, gula jawa, air, dan sejumlah tekad.

Cara membuat:

Beberapa sumber yang saya baca mengatakan bahwa kacang ijo harus direndam 2 jam sebelum dimasak. Okelah. Mari kita rendam dulu sebelum diolah supaya.. supaya apa ya? Empuk mungkin.

Setelah itu, siapkan tempat untuk memasak. Saya menggunakan pemanas air untuk langkah ini. Maaf, belum punya kompor gas. Hehehe.

IMG_1372

Masukkan kacang ijo dan air secukupnya. Kata dia, tidak perlu banyak-banyak. Cukup agar kacang ijo itu bisa berenang-renang.

Setelah itu, kita harus menunggu.

IMG_1373

Kira-kira belasan menit kemudian, beberapa butir kacang ijo sudah mulai merekah. Airnya pun sudah mulai berbuih dan berwarna kehijauan. Saatnya memasukkan santan.

Masukkan santan dalam kacang ijo yang sedang dimasak. Tambahkan garam secukupnya, gula pasir, dan gula merah (agar warnanya menarik).

IMG_1375

Jangan lupa terus diaduk dan juga dicicipi apakah rasanya sudah pas atau belum.

Setelah tercium bau yang wangi dan enak serta tekstur kacang ijo sudah tampak seperti bubur kacang ijo yang layak makan, angkat dan hidangkan. Menurut dia, bubur kacang ijo yang layak makan terlihat kental dan berbau enak. Sip.

Inilah tampilan seadanya. Hehe, harus belajar fotografi makanan nih biar keliatan enaknya. Kalau dari rasanya sendiri, bolehlah saya berbangga diri. Meskipun peran saya saat memasak hanya sekitar 50% karena advice-advice dari suami yang ahli memasak itu cukup membantu.

IMG_1378

Selamat makaannn 🙂

[Resensi Buku] Kisah Seorang Arsitek Muda

Di kala Tio dipercaya menangani proyek, sebuah telepon yang tak sampai lima menit membawa kejutan besar baginya. Sebuah tawaran menggiurkan datang. Kesempatan bekerja di kantor konsultan arsitektur yang cukup punya nama di belantara Jakarta.

Dia dihadapkan pada dua pilihan, antara tanggung jawab dan masa depan.

Anditio Wirawan bermimpi menjadi arsitek profesional yang menangani perencanaan gedung pencakar langit. Mempunyai kantor sendiri.

Namun, kenyataan tak selalu indah seperti mimpi.

♣♣♣

Judul: The Architect

Penulis: Ariesta F. Firdyatama

Penerbit: MAZOLA

Tahun terbit: 2015

ISBN: 978-602-255-859-0

Tebal: 320 halaman

♣♣♣

Sejujurnya, masa-masa menyandang status sebagai mahasiswa itu adalah masa-masa yang cukup menyenangkan. Yah, meskipun banyak hal yang bisa dibilang sebagai tantangan, misalnya beradaptasi dengan lingkungan dan teman-teman baru, berusaha keras mendapatkan nilai A, hingga melunakkan hati dosen pembimbing killer sekaligus cuek ketika skripsi tak selesai-selesai juga.

Hmm. Namun, itu semua berbanding lurus dengan seluruh kesenangan yang didapatkan. Hidup tanpa beban, kecuali uang kiriman tersendat. Banyak waktu luang yang bisa digunakan untuk pergi ke sana ke mari, ikut kegiatan ini itu, hingga males-malesan tidur di kos pada saat jam kuliah baru dimulai pukul 12.00WIB. Syurgaa.. Hehehe.

Namun, meskipun banyak dinantikan oleh para mahasiswa (lama), status sebagai lulusan universitas ternyata menjadi horror tersendiri. Apalagi jika ketika kuliah, ia hanya menjalani rute setrikaan kos-kampus-kos. Atau hanya sekadar having fun dengan teman-teman segeng tanpa kegiatan yang berarti. Tidak ada aktivitas magang, organisasi, dan sebagainya. Bagi tipe mahasiswa seperti ini, status sebagai fresh graduate adalah bisa menjelma sebagai hantu.

Bayangkan, di tengah dunia yang luas ini, kita harus meraba-raba untuk menemukan siapa yang kiranya mau mempekerjakan kita sesuai dengan nilai yang tertera di ijazah. Ada yang berhasil, ada juga yang tidak dan terkatung-katung hingga akhirnya menyerah dan pulang kampung.

Anditio Wirawan adalah salah satu dari ribuan lulusan sarjana yang merasakan sulitnya mencari pekerjaan. Hal ini didukung pula oleh nilai IPK yang pas-pasan. Ia mencoba melamar pekerjaan, tetapi belum ada kabar baik, hingga akhirnya diterima sebagai karyawan di proyek yang dipimpin oleh Pak Dani. Namun, ia bermasalah dengan mandor bernama Pak Yanto yang tidak profesional. Tio pun memilih keluar. Setelah itu, Tio bertemu dengan seorang pemilik toko buah yang mempercayakan sebuah proyek kecil-kecilan, bernama Pak Broto.

Jalan hidup Tio mulai berjalan meskipun tidak selamanya di atas. Ia mengalami banyak hal dan belajar dari situ. Ia juga mengalami yang namanya cinta lokasi namun akhirnya kurang begitu baik. Ia mengasah prinsipnya melalui keputusan terhadap pilihan-pilihan yang ia buat. Meskipun keputusannya tersebut tidak sempurna, ia belajar untuk mengambil risiko dan menjadi manusia yang sebenarnya.

Bagi para mahasiswa yang masih berkutat dengan tugas-tugas yang harus dikumpulkan, kehidupan Tio tampak seakan menjadi mimpi buruk. Namun, bagi mereka yang sudah lama berada di dunia luar, kehidupan Tio adalah kenyataan yang dihadapi sehari-hari. Itulah fakta yang ada.

Meskipun demikian, setiap keberhasilan kita akan selalu ditentukan oleh tindakan dan usaha kita untuk mencapainya. Jangan pula lupa untuk belajar dari kesalahan.

Ini telah kesekian kalinya Tio mendapat semprotan dari mulut Febrian yang dari dulu memang tak pernah bersahabat. Segenap jerih payah Tio dalam mendesain ruko hanya berbuah cemoohan. Hal 88.

Mungkin Tuhan memang menghendakinya untuk menyongsong babak kehidupan baru di tempat lain, meski pada episode ini masih menyisakan banyak tanda tanya. Hal. 122.

Kepercayaan diri, mungkin itu bisa jadi pelecut semangat paling hebat. Empat bulan setelah dirinya mengerjakan proyek sampah bersama Anang, sejak itu rezekinya mulai mengalir. Hal 222.

♣♣♣

Novel ini menurut saya adalah gambaran yang sangat nyata terhadap kehidupan masa kini. Itulah yang membuatnya menarik untuk dibaca. Kita dibawa untuk melihat lika-liku kehidupan seorang anak muda yang berjuang untuk membuat hidupnya bermakna. Tidak mudah, sering jatuh, tetapi berhasil pada akhirnya.

Temanya yang membangun dan inspiratif adalah nilai tambah. Apalagi jika yang baca adalah lulusan arsitektur yang mengalami tantangan yang sama. Si penulis ingin mengatakan: bangunlah, kamu juga pasti bisa.

Penulis menggunakan berbagai setting tempat di Indonesia, seperti di Solo, Magelang, Jakarta, dan Surabaya. Di sana, penulis bereksplorasi dengan sangat baik dan lancar. Kita benar-benar seperti sedang berada di kota tersebut bersama sang tokoh.

Menyertakan sesuatu yang bersifat romantis tak dilupakan oleh penulis. Bagaimanapun, romantisme adalah bumbu penyedap yang tak boleh dikesampingkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita bergulat dengan persoalan mencari pasangan sekaligus berjuang dalam pekerjaan. Kadang keduanya saling menindih dan menghancurkan. Yang paling penting adalah bagaimana menyelaraskannya supaya tetap bisa berjalan beriringan.

Secara umum, saya kasih applause untuk eksekusi. Saya cukup  puas setelah menyelesaikan semuanya. Ada hal-hal berharga yang saya dapat setelah membacanya yang tentu saja tidak mudah untuk dilupakan.

Catatan:

Di balik semua itu, saya masih bertanya-tanya, sekaligus agak kecewa sih. Kenapa Tio dibiarkan memilih untuk meninggalkan Pak Broto? Padahal, bisa jadi jalannya untuk menjadi wirausaha bisa lebih mulus setelah mengerjakan proyek itu. Bukankah Pak Broto juga termasuk orang baik? Hehehe. Soal alasannya, saya sedikit bisa paham. Dan memang jarang ada yang bisa idealis dalam keadaan begitu.

Nah, penasaran apa saja yang dihadapi Tio, arsitek muda ini, ketika menaklukkan dunia? Baca novelnya segera.