[Review Buku] Cinta untuk Napoli

Judul: Napoli

Penulis: Riskaninda Maharani

Penerbit: DIVA Press

Tahun terbit: Mei 2015

Jumlah halaman: 268

♥♥♥

“Kau tahu ada sebuah mitos dunia? Barang siapa melempar sebuah koin ke air mancur itu akan kembali ke Roma? Barang siapa melempar dua koin akan menemukan cinta? Dan, barang siapa melempar tiga koin, dia akan segera menikah?”

“Sebenarnya jika ada sebuah air mancur yang bisa membuatku menjadi seorang warga negara Italia, aku akan lebih suka pergi mengunjunginya.”

Mulai dari sinilah perjalanan Revina dimulai. Perkenalannya dengan para moreno membuat hidupnya penuh dilema. Pengalaman bersama Francesco membuatnya cukup takut untuk mengakui perasaannya, keadaannya. Kehidupannya berputar di negeri orang, bersama bayangan kegagalan masa lalu. Persimpangan selalu menghadirkan kekuatan tersendiri; antara Italia dan Indonesia, Stefano dan Alejandro, bahkan antara Revina dan egonya. Napoli, ketika jatuh di pelukanmu….

♥♥♥

Saya sudah beberapa kali membaca novel yang mengambil setting di luar Indonesia. Sebagian berhasil menciptakan perasaan seolah-olah kita sedang berada di negeri yang berbeda, sebagian lain gagal. Kegagalan yang wajar menurut saya. Apabila si penulis belum pernah sama sekali ke negeri yang ditulisnya itu dan hanya mengandalkan riset dari sumber bacaan. Rasanya pasti beda. Memandang dengan mata kepala sendiri atau hanya membayangkan. Meskipun, kekuatan seorang penulis adalah imajinasinya.

Napoli–seperti judulnya–bercerita tentang sebuah daerah di Italia. Kisah dibuka oleh kedatangan Revina di Bandara Fiumicino, Roma, Lazio, Italia pada suatu hari di musim panas. Sebagai pendatang, Revina begitu awas dan hati-hati. Ia menunggu dijemput oleh teman dunia maya bernama Danilo. Dari Roma, Revina akan bertolak ke Napoli untuk melanjutkan kuliahnya selama 1 tahun.

Diceritakan, keluarga Revina di Indonesia mengalami krisis. Namun, tidak ada kesan yang tertinggal di benak saya tentang keluarga Revina setelah menyelesaikan novel ini. Komunikasi pun hampir tak ada. Seluruh cerita difokuskan pada kehidupan baru Revina di Italia.

Di Napoli, Revina tinggal serumah dengan sahabat dunia mayanya yang lain bernama Stefano. Stefano adalah tipe lelaki yang dingin dan cuek. Awalnya sih Revina waswas karena ia tak pernah bertemu dengan Stefano. Apalagi ditambah dengan karakter Stefano yang kurang menyenangkan. Namun, entah bagaimana, justru Revina dibuat jatuh cinta dengan Stefano. Dalam perjalanannya, Revina juga bertemu dengan sekumpulan lelaki lain, seperti Pablo, Alejandro, dan sebagainya.

Cerita ini, menurut saya, terlalu terburu-buru. Penulis terburu-buru mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain tanpa repot-repot menunggu tumbuhnya reaksi yang pantas di antaranya. Misalnya, bagaimana hubungan Revina dan Pablo. Mereka disebut teman baik bahkan Revina menganggapnya “kekasih hati” dalam arti lain. Namun, proses menuju ke sana tak mengesankan dan berbekas. Saya yang membaca merasa semua itu tak masuk akal. Emosi sama sekali tak terpancing.

Namun, “kekasih hati” dalam arti yang lain dalam kamus Revina adalah Pablo, lelaki yang bersedia membagi suka duka dengannya di malam-malamnya tanpa kenal lelah dan letih. Halaman 205.

Hal lain yang kurang digali adalah hubungan Revina dengan para teman dunia mayanya tersebut sebelum kopdar. Mereka pasti pernah berbincang-bincang sebelumnya. Sedikit banyak, mereka seharusnya juga telah saling mengenal. Nggak mungkin aja rasanya kalau Revina mau tinggal bersama Stefano tanpa kenal cukup banyak. Revina pun pasti bisa mengira-ngira bagaimana kehidupan yang dijalani Stefano. Namun, hal itu tersembunyi dalam novel ini.

Saya juga masih bingung dengan sebab akibat mengapa para lelaki itu, terutama Stefano dan Alejandro begitu tergila-gila terhadap Revina. Memang, sejak awal penulis menceritakan bahwa Revina cantik. Meskipun penjelasan tentang itu kurang detail. Saya sebenarnya agak berharap untuk mendapatkan penjelasan tentang seberapa menarik sih sosok Revina hingga mampu meruntuhkan hati para lelaki di Italia itu. Bahkan, mereka membeli barang-barang berkelas demi untuk mendapatkan hati Revina. Jelas, ini bukan kisah cinta yang asal-asalan.

Tepat jam tujuh malam ketika Revina keluar dari kamar tidurnya lengkap dengan gaun perak metalik tanpa tali, sebuah dompet mewah perak metali, dan sepatu sandal high heels tujuh senti yang berwarna sama. Sepasang anting dan kalung mutiara tampak menghiasi lehernya yang jenjang…

Sementara Alejandro hanya menatap takjub tanpa bisa berkata apa-apa. Halaman 113

Kesannya, setelah selesai membaca novel ini, yang tersisa adalah kegamangan. Penulis menurut saya belum berhasil menciptakan perasaan “merasa” seperti tokoh yang ditampilkan. Saya belum menjadi “Revina” yang bangga menjadi idola para cowok seksi nan ganteng versi Italia.

Namun, saya angkat jempol untuk pelajaran bahasa Italia yang saya temui dalam novel ini. Kalimat-kalimat tersebut lumayan menghibur dan menunjukkan bahwa penulis bukan hanya sembarang pindah lokasi setting cerita aja. Bagaimanapun, usaha seperti itu layak diapresiasi.

Tinggalkan komentar